Kriiiingg.. Kriingg..
“Hold
up!” teriak seorang lelaki dari halaman rumah. Ia terlihat terburu-buru. Lelaki
ini adalah Ryuki. Berumur 19 tahun. Dia tinggal dengan kakak perempuan dan
ayahnya. Ibunya meninggal dunia saat Ryuki masih sangat muda. Ibu Ryuki adalah
orang Jepang yang kemudian menikah dengan Ayah Ryuki, seorang pria dari
Indonesia. Kakak perempuannya bernama San. Dia sudah berumur 21 tahun. Sekarang
dia sedang sibuk menuntut ilmu di Jepang.
“Moshi-moshi.”
Seru Ryuki.
“Halo..”
balas sebuah suara dari seberang.
“Oh,
iya, halo. Siapa ini?” kata Ryuki tidak mau memperlama pembicaraan.
“Kami
dari pihak rumah sakit ingin memberitahukan suatu hal penting kepada keluarga
Nona Ichigo. Apa ini benar rumahnya?” jawab orang itu.
“Iya
benar. Saya adiknya, Ryuki. Hal penting apa ya?”
“Ini
terkait dengan keselamatan kakak anda. Saya harap anda bisa segera datang ke
kesini untuk keterangan lebih lanjut.”
“Apa
yang terjadi dengan kakak saya?” Ryuki shock.
“Kakak
anda mengalami luka-luka ringan setelah pendaratan darurat di laut oleh pesawat
yang ditumpanginya dari Jepang. Saya harap anda bisa segera kesini.”
“Hai’!
Maaf, maksud saya, baik, saya akan segera kesana.”
Setelah pihak rumah sakit tersebut
memberikan nama rumahsakit dan alamatnya, Ryuki bagai diburu waktu menuju ke
rumah sakit. Kata-kata yang disampaikan pihak rumah sakit menyangkut
keselamatan kakaknya benar-benar mempengaruhinya. Bukan hanya membuatnya takut,
tapi juga membuatnya hampir gila! Memang kakak beradik ini sangat rukun. Mereka
benar-benar memahami kondisi keluarga mereka. Setelah Ibu mereka tiada, Ryuki
kehilangan figur seorang ibu dalam keluarga. Kakaknya lah yang sampai sekarang
dianggapnya seorang Ibu. Ia sangat menyayangi kakaknya seperti halnya dia
menyayangi seorang Ibu. Dan hal ini sungguh sangat membuatnya panik.
Ia
keluar dari rumah, mengunci pintu dan meletakkan kuncinya di dekat pot-pot
tanaman. Agar sewaktu-waktu bila ayahnya pulang, beliau bisa masuk. Ryuki kemudian
berlari keluar kompleks dan menyetop salah satu taksi yang berlalu lalang
disitu.
“Taksi!”
serunya lantang.
“Ke rumah sakit. Cepat!!” ...
“Kak!!” aku
berlari secepat mungkin menghampiri
seseorang yang duduk di bangku
halaman, ya dia kakak ku...
“Ah.. Kau Ryuki..” dia
hanya menjawab dengan senyumnya yang selalu
membuatku tenang, meski dia
memakai baju perawat dan terlihat pucat tetap saja terlihat neomu yeppeo.
“Kau baik-baik
saja, kak?” tanyaku sambil meraba-raba kepalanya untuk memastikan semuanya hanya luka ringan.
“Ya.. Hanya luka ringan yang kumiliki.. Tenang saja Tuhan masih menyayangi kakak kok.. Hehe” aaiisshh kakak ku ini sukses membuat jantungku
nyaris tidak berdetak.
“Kau masih bisa
tertawa, hah?!” kata ku sambil
menatap matanya.
“Yaah.. Kau lihat sendiri aku ba-ik-ba-ik saja.” Jawabnya masih
dengan senyuman yang benar-benar... Yah, tulus.
“Ya aku
melihatmu masih normal setidaknya kak.. Hehe.. Kau sedang apa disini?? Ayo masuk disini dingin kau harus
banyak istrirahat dikamarmu sekarang.” Oceh ku panjang lebar
sambil menarik tangan kakak ku ini menuju kamar pasien.. 506 kamar rawat inap
kakakku, aku membantunya berbaring dikasurnya, ck baik-baik apanya.. Liat itu kaki mu diperban dan kau harus mengunakan
kursi roda, batin ku yang dari tadi
ingin kulontarkan.
Aku menunggunya hingga tidur...
Tap
Tap
Tap
Aku berjalan menelusuri lorong yang sepi.. Mmm?? Kenapa pintu itu terbuka?? Apa ada yang sedang menjenguk? Aku menengok sedikit ke kamar dengan nomor 501 itu.. Nihil. Tak ada yang menjenguknya, yang kulihat
hanyalah seorang pasien dan
suster yg sedang merapikan ruangan..
Pasien itu perempuan.. Kakiku melangkah lebih dalam memasuki kamar pasien itu. Kenapa? Kenapa dia sendirian? Dimana keluarganya?
“Permisi, Sus?” tanyaku kepada suster yang sedaritadi membereskan meja, dia menoleh dan
tersenyum padaku ramah.