Setelah
merenung dalam kepanikan yang luar biasa, goncangan demi goncangan
terjadi.
Goncangan ini serasa tidak ada habisnya. Aku berpegang erat pada
kursiku. Aku
mempererat sabuk keselamatan. Dan berdoa dalam hati. Tapi kemudian
pesawat kami
menghantam lautan dan goncangan yang sangat dahsyat pun terjadi.
Kepalaku
terantuk ke jendela dan segalanya ... Hitam.
Dimana
aku? Segala yang aku lihat disini .. putih. Tidak ada yang lain disini,
dimanapun ini, selain aku. Oh tidak. Apakah ini berarti, hidupku telah
berakhir. Tuhan, kenapa kau tidak menyelamatkanku? Mamaaaa, tolong aku!
Aku
tidak mau berada di tempat ini. Onii! Bawa aku kembali. Aku berlari.
Mencoba
mencari jalan keluar dari tempat ini. Tapi ke segala arah aku mencari,
aku
tetap tak menemukan jalan lain.
Tempat
apa ini? Aku tidak mengenalinya. Aku berdiri terpaku dan terdiam. Aku
kemudian
merasa dunia dan seisinya menjadi suram di ruangan putih ini. Aku
kemudian
terduduk. Sambil memeluk lutut, aku mulai menyadari. Pipiku sudah basah
oleh
air mata. Aku menangis.
Onii,
Mama.. Maafkan aku. Aku tidak bermakud melakukan segala hal yang telah
aku
lakukan. Aku hanya butuh seseorang yang benar-benar mengerti aku. Aku
rasa aku
hanya butuh perhatian dari kalian, Onii, Mama. Aku takut. Aku sendirian
disini.
Temani aku.
“Miyuki..”
terdengar sayup suara seorang wanita. Suara itu terdengar jauh. Tapi aku
tak
memedulikannya dan tetap menangkupkan wajah sambil memeluk erat lututku.
“Miyuki..”
suara itu terdengar lagi. Tapi kali ini aku yakin, sumber suara itu
mendekat.
Aku merasa familiar dengan suara itu. Suara siapa?
“Miyuki..”
kali ini suara ini benar-benar dekat. Aku rasa siapapun itu sudah ada di
hadapanku saat ini. Akhirnya kuberanikan diri melihat orang itu.
Kulepaskan
pelukan erat lututku. Dan aku mendongak ke atas.
“MAMA!!”
seketika itu aku berdiri dan memeluknya erat. Aku tidak peduli seberapa
hebat kami bertikai, aku tetap
menyayanginya. Kulepaskan semua rasa rinduku padanya. Kucurahkan segala
ketakutan yang menyelimutiku selama aku berada di ruang putih ini. Tapi
mama
hanya berdiri dan diam. Bahkan mama tidak menyambut pelukan erat dariku.
Kemudian
kulepaskan pelukanku dari mama. Tatapan wajahnya kosong. Tapi Ia
terlihat
begitu cantik. Ia mengenakan baju berwarna putih sama dengan apa yang
aku
kenakan saat ini. Hanya saja baju yang dipakai mama lebih panjang dari
bajuku.
“Ma..
Mama!” kugoyang-goyangkan tubuhnya. Tapi Ia tetap diam. Kemudian aku
melambai di
depan wajahnya yang cantik itu. Ia tetap tak bergerak, dan pandangan
kosong di
wajahnya itu mulai membuatku takut lagi.
“Mama
kenapa?” kataku panik. Aku mulai meneteskan air mata lagi. Ia tetap
tidak
bergerak. Karena aku sangat sedih. Aku kembali terduduk dan membenamkan
wajahku. Dan terus menangis. Kali ini aku benar-benar menangis,
histeris.
Aku
ingin pergi dari dunia ini! Apapun ini! Siapapun tolong aku! Aku merasa
tak
berdaya. Tidak ada orang lain selain aku dan Mama di ruang putih tanpa
perabot
ini.
Kemudian
aku mendengar sebuah suara lagi. Kali ini aku langsung mengenali suara
ini. Dan
ini adalah suara seorang lelaki. Ini pasti suara Onii. Kali ini aku
tidak
langsung mendongak ke atas untuk melihat siapa yang memanggilku. Aku
menunggu
sampai suara itu dekat. Dan siapa tahu, jika saja aku tidak menjawabnya,
suara
ini akan hidup dan benar-benar seorang manusia yang akan aku lihat. Yang
bisa
menyambut pelukanku, dan membalas apapun yang aku katakan.
“Miyuki..”
suara itu semakin dekat.
“Miyuki..”
makin dekat. Dan aku benar-benar akan menjalankan rencanaku untuk tidak
menyahutinya.
‘Miyuki..”
orang yang memanggilku ini sudah berada di depanku sekarang. Tapi aku
tidak mau
mendongak dan melihat apakah orang ini benar Onii. Aku tidak mau kali
ini Onii akan
terdiam tanpa kata sama seperti Mama. Tapi apa yang akan aku lakukan?
Aku tidak
bisa terus diam dengan semua suara ini memanggilku. Aku harus
menjawabnya.
Sama
seperti tadi, kucoba memberanikan diri untuk melihat pemilik suara itu.
Aku
mengehentikan tangisku dan mendongak dengan sangat perlahan. Dari ujung
kaki
aku sudah dapat merasakan bahwa orang yang berdiri di hadapanku ini
adalah
Onii.
Dia
juga memakai celana putih dan kemeja berwarna putih. Sepatunya juga
putih. Aku
kemudian melihat wajahnya. Dan apa yang terjadi adalah aku menemukan
wajah
dengan ekspresi datar sama seperti ekspresi yang diberikan Mama kepadaku
tadi.
Aku berdiri dan yang kutemukan juga kekosongan pada sorot mata kakakku.
Tuhan,
apa maksud semua ini?
Aku berdiri dan tertunduk. Mama,
Onii.. Aku merindukan kalian. Jika memang benar ini berarti hidupku
telah
berakhir, aku hanya ingin meminta maaf kalian. Selama ini aku hanya bisa
merepotkan kalian. Aku bukan anak yang baik. Aku sangat manja. Aku belum
bisa
membanggakan kalian. Tapi mungkin sekarang aku akan menjalani hari baru.
Aku
akan menyusul Papa. Sebentar lagi aku pasti bertemu dengannya. Mama,
Onii,
jangan lupakan aku ya.. Aku berdoa dalam hati dan kemudian menegakkan
kepala
dan tersenyum.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar